Friday, March 26, 2010

Teori Janda

Aku pernah membuat teori bahwa di Indonesia, seorang janda (baik yang divorced maupun widow asli) adalah penyakit menular atau kutu. Semua orang sepakat bahwa janda, layaknya penyakit menular berbahaya harus dijauhi. Banyak yang menyanggah, widow (janda karena ditinggal meninggal) lebih terhormat dan tidak boleh dijauhi, tetapi harus diselamatkan. Well, tidak juga. Ini berlaku untuk semua janda. Hanya terjadi di Indonesia.
Teorinya begini, janda itu dianggap sebagai penggoda laki-laki, bisa merusak rumah tangga orang lain, bisa menjadi benalu, bisa menjadi pengemis, dan hal negatif lainnya. Jadi, seolah terdapat ketakutan tak beralasan yang muncul di benak ibu-ibu atau istri-istri akan janda. Apalagi yang cantik. Akhirnya, kata "janda" menyandang konotasi yang negatif.
Begitu pula di sini. Baiklah, aku sudah membuktikan teori itu dalam kasus Vina. Vina yang divorced. Vina yang bersama dengan janda lainnya di kabupaten ini sering dituding sebagai perempuan simpanan atau perempuan bayaran. Orang akan selalu meneropong kehidupan Vina dibanding kehidupanku misalnya.
Sekarang giliran Bu Suri. Kasus ini masih hangat, masih baru. Jadi tampaknya belum tersebar di seluruh kabupaten ini. Hanya gentayangan di sekolah dan Dinas. Sekarang tampaknya Dinas (khususnya Pendidikan Menengah) menjadi sukarelawan mengurusi kehidupan pribadi orang lain. Alasannya guru harus bercitra baik dan benar. Mungkin beberapa bulan lagi mereka akan membuka layanan jasa konseling bagi guru. Well, that's the hope. *cynical.
Rumor has it, ada istri melapor ke Dikmen bahwa suaminya telah berselingkuh dengan Bu Suri. Istrinya cerita nangis-nangis dan minta agar suaminya dipisahkan dari Bu Suri. Jadi, Bu Suri telah diintimidasi oleh perpanjangantangan Kepsek untuk memutuskan, apakah dia mau pindah dari sekolah atau mau putus hubungan.
Jujur, aku nggak terlalu tahu hubungan seperti apa yang dimaksud. Dari Bu Suri, katanya sudah berakhir berbulan-bulan lalu. Dari dinas, katanya masih ada dan baru-baru ini laporannya. Entah mana yang benar. Seperti biasa aku lebih suka mendengar lalu menuliskannya.
Aku tadi diberitahu oleh salah satu kolega tentang cerita ini, tentang bagaimana cerita itu bisa sampai ke dia. Jujur aku tidak berhak menilai. Aku memang hanya diingatkan agar seandainya Bu Suri curhat, aku bisa menasihatinya untuk tidak meneruskan hubungan itu. Ya, aku memang akan berbuat itu IF ONLY she asks for my opinion.
Aku tidak mau dan tidak boleh menghakimi Bu Suri, karena aku tidak berada pada kondisi yang sama dengan dia. Aku juga tidak mau mengurusi urusannya, sampai sejauh mana hubungan itu. Aku juga tidak mau menasihati jika tidak diminta. Aku cuma akan memberikan pendapat jika ditanya. Jika tidak ditanya, lebih baik diam saja. Yang jelas, aku tidak punya pandangan buruk tentang Bu Suri. Karena, aku bisa saja lebih buruk dari dia, hanya orang lain tidak pernah tahu.

Friday, March 19, 2010



Biasanya aku senang kalau ada murid yang aktif, antusias belajar, sopan dan hormat dengan guru, serta pandai menarik perhatian guru. Tapi, kalau terlalu berlebihan, siapa yang suka? Semua orang juga setuju kalau sesuatu yang berlebihan akan menjadi sangat memuakkan, menjemukan, mengerikan, bahkan dapat menghancurkan.
Di X-1 ada murid perempuan yang cantik, manis, mungil, pintar, dan sopan dengan guru. Oya, dia juga aktif, rajin, dan pandai mengatur kelas. Baiklah, I really love her. Kenapa? Karena pernah suatu saat dia absen pada pelajaran kimia karena menjadi salah satu wakil dari sekolah dalam entah acara apa. Lupa! Besoknya dia mendatangi aku dan minta penjelasan singkat tentang materi kemarin.
I was amazed! Bayangkan, ternyata ada juga murid SMAN 8 yang mau melakukan hal terpuji semacam itu. Pernah juga dia absen saat praktikum, lagi-lagi karena dikirim. Dia langsung meminta tugas. Hebat! Mana ada murid SMAN 8 yang berinisiatif meminta tugas. Harus dikejar-kejar dahulu,lalu ditagih sampai kita lupa. I really love this girl!
Sampai suatu saat... lama kelamaan aku sadar kalau dia agak kurang disukai kawannya. Ini menurut pengamatanku. Mudah-mudahan aku salah. Jadi, kemarin waktu X-1 belajar dengan molymod (senyawa karbon), aku meminta mereka merangkai senyawa apa saja dari molymod yang sudah aku bagikan. Mereka bekerja dalam kelompok. Aku minta mereka menunjukkan kepada teman, molymod yang mereka rangkai. Lalu, mereka harus menuliskan rumus strukturnya di whiteboard.
Tibalah giliran kelompok anak ini, dia lah yang maju, seperti biasanya. Dia menerangkan dengan baik sekali. Menjelaskan sampai detil. Kuperhatikan ekspresi kawannya sekelas seolah bosan, berkesah, banyak yang agak-agak buang muka juga. Ada yang tidur. Nggak sopan! Jadi, sepertinya mereka sudah sangat muak dengan sikap berlebihannya dia. Susah dijelaskan dalam kata-kata. Pokoknya, too show off!
Malamnya aku nonton Glee Season 1. Ada satu karakter di situ yang namanya Rachel (Lea Michele). Rachel memiliki suara yang range-nya jauh, jadi cocok untuk menyanyikan lagu apa saja. Kalau Glee Club konser atau mau ikut festival, Rachel selalu didaulat jadi vokalis utama. Dia pengatur, paling aktif, menjadi kesayangan William Schuester, pengelola Glee Club. Malangnya, teman-temannya agak membenci dia, meskipun tidak konfrontatif.
Yeah, karakter Rachel mengingatkan aku kepada muridku ini. Malangnya kau, Nak! I still love you though.

Wednesday, March 17, 2010

My Friend Vina (2)



Sebenarnya aku sudah malas membahas ini, tapi karena yakin ini menjadi telah bagian sejarah hidupku, maka kuputuskan untuk kubahas di sini. Kejadian ini sudah agak lama berlangsung sebenarnya. Sekitar 3 minggu lalu.
Waktu itu, aku mendekati Bu Suri, guru PAI. Dia yang sedang duduk di sofa di ruang kepala sekolah, aku datangi. Niatku waktu itu hanya untuk meminta rekomendasi dokter ObGyn. Setelah dia memberitahu, lalu dia melihat sekeliling dan berbicara lirih.
"Mbak, saya ada perlu dengan sampean, dari kemarin-kemarin sih."
Dia masih terlihat ragu-ragu untuk membicarakan itu, lalu mengawasi sekeliling. Aku mau nggak mau juga mengawasi sekeliling. Bu Suri seperti ingin membocorkan rahasia penting, tapi merasa nyawanya terancam, tetapi benar-benar ingin membocorkan rahasia itu. Aku menunggu.
"Kenapa," tanyaku, "Apa tentang nilai agama anak-anak IPA?"
"Bukan."
Dia merasa tidak nyaman, lalu membenamkan kepalanya dekat sekali dengan kepalaku. Aku merasa aneh.
"Itu lho, tentang Mbak Vina, saya sumpah, saya tidak enak sekali bertanya ini."
Aku dalam hati langsung berpikir: Oh, that! I've shouldve known where it goes.
Aku tersenyum basi. "Kenapa? bisa dipakai?"
"Iya, Mbak. Aku tidak enak sekali mendengar mereka bicara tentang Mbak Vina."
"Mereka bilang apa?"
"Yah, begitu Mbak, bisa dibawa, dipakai. Wah Mbak, sampean kalau dengar mereka bicara, rasanya sakiiiit sekali. Saya kok rasanya tidak percaya mendengar apa yang mereka bilang tentang Mbak Vina itu. Tapi mereka kok bicaranya begitu?"
"Jangan percaya, Bu. Itu memang gosip yang entah siapa yang menciptakan. Saya juga bingung bagaimana mungkin mereka bisa menyebarkan fitnah, lalu memusuhi Mbak Vina. Apa mereka tidak punya perasaan. Lagipula, kalau tidak punya perasaan, setidaknya punya logika. Masa berani menyebarkan sesuatu yang hanya mereka dengar dari mulut ke mulut."
Bu Suri akhirnya mengatakan sesuatu yang mengejutkan yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya.
"Kata mereka, ada teman mereka yang pernah bawa dan pakai Mbak Vina."
"Say what?"
"Iya, Mbak. Makanya saya bingung, antara susah percaya dan susah untuk tidak percaya."
"Saya pengen kenal, siapa laki-laki, teman mereka ini yang pernah bawa Mbak Vina."
Bu Suri hanya tersenyum dan menyisakan ekspresi antara tidak percaya, lega, sekaligus penuh pertanyaan. Lalu pembicaraan kami terputus begitu saja.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...