Saturday, October 29, 2011

SK or Money?


Tidak ada kejadian aneh di sekolah kalau Heather tidak berulah. Yeah, hampir semua kejadian bersumber pada ulahnya. Kurang lebih seminggu lalu, Heather mengamuk lagi. Kali ini pada salah satu TU yang juga pembantu bendahara, yang mengerjakan semua laporan pertanggungjawaban keuangan. Jadi, untuk memaksimalkan kegiatan dan supaya uang operasional sekolah tidak dikembalikan ke suatu badan yang memeriksa keuangan (daripada ga jelas dikembaliin juga diembat atau enggak sama tu badan), biasanya digunakan sistem silang. Untuk mendanai kegiatan yang tidak boleh masuk di mata anggaran, sementara tu kegiatan perlu duit, akhirnya laporan dibuat lah kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu perlu dana banyak. Tujuannya supaya semua pelaksanaan kegiatan bisa dilakukan. Boong ga sih? Ya terserahlah. Dosa nggak sih? Yah itu urusan Tuhan lah. Mana kita tahu yang dosa itu yang gimana. Yang jelas kalau maki-maki orang dan bikin orang lain terluka dan tersakiti hatinya, rasanya semua udah tahu, itu masuk kategori dosa.
Nah, si Heather ini menuding-nuding si pembuat laporan keuangan ini berdosa karena menerbitkan SK kegiatan abal-abal. Katanya. Padahal SK itu dibuat untuk menutupi honor guru UN yang memberikan bimbel tahun lalu. Secara, bimbel ini gretongan dikasih ke anak-anak. Enak ya. Volunteer getu kita. Jadi SK yang dibuat adalah SK kepanitiaan kegiatan tertentu yang memang dikarang-karang. Bendaharanya sih udah jelasin kalau untuk kepanitiaan itu ga ada uangnya, karena dah dipake untuk honor bimbel. Si Heather sih udah dapat juga. Nah, karena melihat namanya tidak tercantum di situ dia ngamuk, katanya tersinggung karena namanya ga masuk. Jadi dia maki-maki si pembuat laporan. Katanya pembuat laporan berdosa karena SKnya palsu (lha, padahal selama ini ya gtu). Si pembuat laporan bilang, itu SK cuma untuk kepentingan laporan, jadi dipasang nama-nama orang yang sering muncul di sekolah supaya gampang dimintai tanda tangan. Dan itu ga ada uangnya.
"Ini bukan masalah uangnya, ya. Karena saya tidak pernah mau mengemis uang." Habis itu dia terus ncerocos sambil tereak-tereak dan menyumpah-nyumpah bawa nama Tuhan dan bawa-bawa dosa. Si pembuat laporan ga dikasih ngomong. Yang denger (termasuk aku) ikutan jengkel dan berasa kayak ditikam. Kasar banget ngomongnya. Hiii, merinding roma.
Malamnya dia kirim SMS ke orang yang dimaki-makinya, bilang minta maaf. Hebat ya, habis maki-maki orang sampai nangis, langsung minta maaf via SMS. Serasa dunia hanya miliknya seorang. Akhirnya si pembuat laporan yang selama ini paling ngerti seluk beluk laporan pertanggungjawaban keuangan itu mengundurkan diri dari tugas pembuat laporan bendahara dan diserahkan kembali ke pemegang jabatan asli yang notabene kurang tahu apa-apa. Jadi, nama di SK sebagai bendahara tuh Bu Indun beserta pemegang uang. Padahal yang mengerjakan laporannya adalah Si Reny, TU yang masih honorer. Karena masih honorer, dia tidak bisa diberi jabatan itu.
Di dalam SMSnya, si Heather bilang, maaf ya Reny, saya tu bukan masalah uangnya. Saya mau SKnya, untuk naik pangkat. Kata Reny, kalau mau bikin SK ya saya bikinkan SK, tapi ga usah marah-marah gitu lah. Dia bilang, maaf ya, saya emosi.
Well then, rasanya dikau perlu terapi deh Heather. Karena biasanya nih ya, di mana-mana, sejak dulu sampai sekarang, orang kalau mau ngomong dipikir dulu, bukannya ngomong dulu baru mikir belakangan. Bukannya kamu sarjana sains lulusan salah satu universitas negeri bergengsi di Sulawesi? Rasanya otak lebih besar daripada mulut, harusnya otakmu lebih banyak difungsikan daripada mulut kamu!

Gambar "brain and mouth" dari http://www.swiveltime.com/

Friday, July 15, 2011

Curhat

Salah satu follower blog ini yang juga mantan murid (selamat ya Alfi, masuk Unmul), pas ketemu saya di sekolah nanya: "Bu, kok nggak ada postingan baru di blognya? Selama Juni ga ada posting, ini sudah Juli lho, Bu."
Saya bilang (klise lah), "Aduh ga sempet, Fi, nantilah ya." 
Itu alasan utama memang. Tapi, ada alasan lain yang lebih penting. Ini yang akan jadi curhatan saya di sini, yang juga akan menjadi intermezzo untuk ke cerita selanjutnya. 
Jadi, jujur, cerita-cerita di blog ini memang nyata, bukan fiksi. Nama tokohnya saya samarkan dengan susah payah. Seorang kawan dekat yang juga (syukurnya) follower blog ini (newlywed Tika Maya) pernah nanya, "Kamu nggak takut itu pakai identitas sekolah kamu?" Saya bilang, "Gapapa, ga ada yang baca ini. Lagian nama-namaya disamarkan."
Ternyata (syukurnya), followernya nambah aja, yg mampir juga nambah aja (thanks lagi ke Tika). Lama kelamaan  ada murid yang baca juga. Ketika mereka ketemu saya dan bahas postingan saya, rasanya seperti pakaian saya dilucuti satu per satu, lalu terlihat apa yang seharusnya tidak diperlihatkan. 
Masalahnya, cerita di sekolah tempat kerja saya, bukannya semakin membanggakan, malah semakin memalukan. Orang-orangnya sudah seperti musuh dalam selimut. Susah untuk percaya penuh dengan mereka. Saya baru nemuin satu orang yang ternyata memang bermuka dua. Ga nyangka. Pertarungan antarblok bikin kita ga nyaman. Kalau soal kerjaan semuanya cuek, tapi giliran mengomentari, semuanya berlomba komentar. Bangunan bermasalah, ada konflik dengan SD dan SMP. 
Saya kadang ragu, ini bisa saya ceritakan nggak ya? Ini berbahaya nggak ya, kalau saya tulis di blog? Begitu-begitu lah. Saya memang bukan tipe konfrontir seperti Heather. Saya lebih suka main aman. Menurut saya situasi di sekolah sekarang sedang genting. Orang-orangnya mulai darah tinggi, sensitif kayak pantat bayi, kehilangan kepercayaan. Anak-anak mulai gontok-gontokan juga. Perang dingin. Masa kegelapan lah. 
Jadi, selain sibuk dan banyak kerjaan, alasan saya vakum  ya, karena saya bingung bagaimana cara menuliskan cerita yang terjadi di sekolah dengan cara yang agak halus.Padahal yang halus itu kadang kurang sedap. Kalau sudah terbit keinginan menuliskan apa yang terjadi, saya tiba-tiba merasa ada yang menahan. Suara di otak saya bilang, "Cari cerita lain aja deh." 

Wednesday, June 1, 2011

Over My Dead Body!!

"Over my dead body". Kalimat ini kurang lebih padanannya dalam bahasa Indonesia adalah "Langkahi dahulu mayat saya!" Rasanya udah ga terlalu penting dilangkahi atau enggak, kalau seseorang sudah jadi mayat. Kecuali ada pernyataan konyol yang aku dengar waktu kecil: Mayat dilangkahi kucing (jadi) hidup. Bagus dunk, ga jadi meninggal. Orang tidur dilangkahi, katanya pamali. Padahal, mana tahu juga yang dilangkahi. Toh lagi tidur.
Rupanya langkah melangkahi ini agak tabu, bukan cuma untuk mayat atau orang tidur, tapi juga untuk orang yang masih hidup dan tidak tidur. Figurative speech. Melangkahi maksudnya adalah diabaikan, tidak dianggap, biasanya berkenaan dengan jabatan. Malangnya, kadang yang melangkahi tidak merasa. Sebaliknya, yang (merasa) dilangkahi kadang ya hanya perasaan dia sendiri. Padahal ga ada melangkah-dilangkahi. Ribet? Memang.
Jadi, singkatnya begini: tanggal 12 Mei kemarin D-day nya farewell kelas XII SMA 8. Panitianya tentulah orangtua murid. Panitia sekolah ada juga dunk, kayaknya sih Waka Kesiswaan. (Harap maklum, pas rapat, penulis sering tidak terlalu menyimak). Nah, Waka Kesiswaan berurusan dengan OSIS kan, OSIS yang dipercaya mengatur semua acara. Pas rapat dengan Principal, Principal menunjuk beberapa guru untuk diserahi tugas. Pak Anto (Mr. English) koordinator seksi acara, jadi dia yang membuat performance list dari semua penampil. Heather urusan penerima tamu, Bu Indun bagian launching website, ada yang konsumsi. Aku ya biasalah, dokumentasi dan fotografi *halah.
Ternyata, pas D-day si Wakasis nggak datang. Rumor has it, hari sebelumnya dia bilang ke anak-anak TU kalau pas D-day dia gak akan datang. Katanya sih, merasa dilangkahi. Nah lo, kita menebak-nebak, siapa yang melangkahi beliau. Merasa bingung, karena semua orang dah diserahi tanggung jawab masing-masing, akhirnya one of my good friend, si Pak Nuh bilang gini: "Dari yang saya amati, dia selalu merasa dilangkahi oleh siapa pun. Bahkan oleh Kepsek."
Kupikir-pikir, kuingat-ingat, hmmm bisa jadi. Dia sering ga cocok dengan banyak orang, susah diberi masukan, malah menolak kalau diserahi tugas. Jadi, ya common lah, semaunya sendiri. Waktu masalah kelulusan anak-anak, si Kepsek kan banyak mendelegasikan tugas ke Pak Nuh selaku wali kelas XII IPA dan WakaHum, cuman ya kayaknya gitu, merasa dilangkahi lagi. Waktu itu aja aku pernah bawa siswa studi luar sekolah ke Samarinda. Dia marah karena merasa gak diberitahu. Aku, mana kepikiran, wong dia jarang di sekolah. Lagian, should I tell him? I don't know. Ok, maybe I was wrong at that case, but still. Harusnya dia introspeksi, waktu itu sih dia emang Wakasis, tapi kok jarang di sekolah ya? Hmmm, ga mau ngurusin itulah.
picture from http://www.heraldsun.com.au/ipad/russian-roulette-in-garage/story-fn6bfmgc-1225979010380
Baiklah, sekolah itu suatu sistem ya, ada aturannya. Setiap jabatan/tugas punya deskripsi tugas masing-masing. Mungkin harus kenali deskripsi tugas masing-masing sebelum mengintip deskripsi tugas orang lain lalu mengomentarinya di belakang. Pakai merasa dilangkahi pula. Kalau aku sih ya, dilangkahi, misalnya tugasku dikerjain orang lain, waaah makasih banyak lah. Dengan senang hati lah, langkahi saja. Jadi ga repot :P

Wednesday, May 11, 2011

Belated MidTest

 
 
Tanggal 25 April - 3 Mei kemarin SMA 8 nyelenggarakan midtest. Agak terlambat sih. Cuman, karena jadwal sebenarnya barengan ma UN, jadi praktis diundur. Midtest yang agak formal (modelnya seperti ujian semester) baru kali ini diadain di SMA 8. Biasanya midtest dilaksanakan masing-masing guru pas jam mengajar biasa. Masalah guru mau beneran ngasi soal khusus atau cuman gabung-gabung nilai ulangan harian, ga ada yang peduli. Yang penting ada nilainya.
Kepala sekolah ini kan baru. Masuk pas awal semester 2. Beliau menginstruksikan midtest diadakan terjadwal, sama persis seperti ujian semester. Pake soal khusus, pake jadwal ujian dan jadwal pengawas, pake panitia-panitiaan. Sesuai dengan UU, katanya. Entah karena kurang terbiasa, entah karena malas, beberapa guru seakan memboikot midtest kemarin. Ditambah kepala sekolah jarang ada di sekolah (dinas luar). Jadilah, pelaksanaannya agak kacau terutama karena guru-guru yang ditunjuk jadi pengawas banyak yang ga peduli dan nggak mau melaksanakan tugasnya.
Alhasil, yang masih berhati manusia, pura-pura minta izin dan minta tolong untuk digantikan. Yang kurang berhati manusia, nyelonong aja kabur atau ngobrol-ngobrol di ruang guru ga mikir dosa. Alhasil, aku dan beberapa kawan yang "bertanggung jawab" dan solider serta helpful, selalu ngegantiin para guru yang mangkir dari jam. 
Hari kelima aku mulai marah. Gara-garanya, pas aku ga ada jadwal mengawas, beberapa ruang ujian masih kosong. Maksudnya, anak-anak sih sudah masuk, tapi pada bengong karena ga ada pengawas yang datang bawa soal. Aku masuk ke ruang panitia, liat amplop soal masih banyak teronggok di meja. Tandanya beberapa ruang belum ada pengawasnya. Sementara pas aku ke ruang guru sebelumnya, aku liat beberapa guru yang tidak berhati manusia itu asyik aja ngobrol sambil beberapa ngudut. >.< 
"Ini ga ada yang mengawas?"
"Enggak," kata Pak Shahab. "Ga ada jadwal."
"Saya juga nggak ada jadwal!" Dengan suara meninggi, langsung keluar dari situ.
Selesai itu, aku marah dan tereak-tereak bener di ruang panitia. Salah sasaran sebenernya marahnya karena ke temen-temen deket juga. Sementara mereka kan bukan yang tidak berhati manusia itu.
Besoknya, hari Sabtu alias hari keenam, makin marah aku. Kubentak-bentak orang tak berhati manusia itu di ruang guru. 
"Ga ada yang mau ngawas bener? Dibiarin ajalah anak-anak itu ujian tanpa pengawas, mau?"
"Kita gak ada jadwal, nanti dimarahin kalau ngambil jadwal orang."
"Oh, ga ada jadwal ya? Jadi yang di ruangan yang banyak kosong itu harusnya jadwal siapa? Saya piket, sekarang ini mata pelajaran saya yang diujikan. Masa saya juga yang mengawas sih?"
Akhirnya satu demi satu mereka masuk ke ruang panitia dan ngambil map soal. Aku berasa ketua panitia aja marah-marah heheheheh. Kesabaran dah habis. 
Si Heather dunk keren, masih bisa kirim SMS ke ketua panitia dan bilang:
'Pak, maaf ya, sebenarnya saya ga enak lho sama Bapak, karena ga mau ngawas ujian. Tapi gimana ya, saya udah telanjur sakit hati gara-gara pas UN ga dikirim ngawas. Saya kira ketua panitianya dia, ternyata Bapak ya. Lain kali ya, Pak, kalau ada event lain.
Dibalas ma ketua panitia: 'Ya udahlah, dienakkin aja.'
Wtf, lain kali, event lain. Ini bagian dari job desc kamu sebagai guru eh. Bukan event yang lain kali ada lagi atau ajang balas dendam dari rasa sakit hati. Bisa sakit juga hati kamu ya, kupikir. Secara kamu biasanya nyakitin perasaan orang lain dengan sadar, seakan tak berhati manusia.

Friday, May 6, 2011

Monster Beraksi

 
Sudah jadi rahasia umum kalau anak-anak di SMA 8 menjuluki si Heather dengan sebutan monster. Dengan wajah mengerikan, badan besar, jalan seperti orang hendak pergi perang, ditambah kalau jengkel tak segan mendamprat di depan wajah dengan kata-kata kasar, rasanya julukan itu tidak terlalu berlebihan. 
Setelah sebelumnya sukses mendamprat seorang murid di depan teman-temannya dan memaki, "Anj**g!" dan tidak mendapat hukuman dari bos, si monster kembali beraksi. Kejadiannya sudah berlangsung agak lama, namun maaf penulis baru bisa menceritakan ulang di sini karena baru sembuh dari shock dan ketakutan tingkat tinggi. 
Waktu hari ketiga UN, Rabu 20 April 2011, kira-kira kejadiannya begini. Si Ibu P, yang rese bin ribut bin tua, sibuk buka-bukain snack box. Ngedumel sendiri, as usual, ga ada yang ngeh doski ngomong apaan. Intinya, menurut si monster/Heather, Ibu P bilang: "Kalau ada sisa kue jangan dibawa pulang, simpan aja di ruang kepala sekolah. Jangan dimakan, nanti salah lagi. Kemarin itu ada yang bawa pulang nasi kotak."
Heather yang merasa kalau sehari sebelumnya membawa pulang kotak nasi tersinggung. Menurut dia, memangnya kenapa, toh berlebih. Akhirnya Heather berasumsi kalau mungkin ketua panitia yang marah. Karena ketua panitia adalah musuhnya, maka dia makin tersinggung. Dia nanya ke salah satu anak TU, "Bu, memangnya ada yang marah kalau saya bawa nasi?"
"Nasi apa?" kata si TU. Jelas TU ga tahu menahu soal snack box dan meal box, karena bukan urusan dia. Oiya, yang ditunjuk jadi seksi konsumsi memang si Ibu P. 
"Katanya ada panitia yang marah kalau saya bawa pulang nasi yang kelebihan."
"Ga lah, kita kan ga ngurusin konsumsi, Bu."
Ga lama, Ibu P masuk ke ruang pengawas dan ngecek boks-boks makanan lagi, sambil tetap ngedumel. Naik daun lah ini si monster. Setelah suhu tubuh meningkat sampai cairan tubuh hampir berubah jadi steam (dramatisasi), pasang posisi dan gestur marah, berteriaklah dia membahana sampai radius 3 meter.
"Kamu tuh ya," (sambil nunjuk-nunjuk) "kalau ngomong jangan sembarangan. Jaga mulut kamu, dasar orang tua!"
"Saya..."
"Diam kamu! Jangan bicara!"
"Bukan...."
"Diam! Sekali lagi saya bilang ya, kamu tuh sudah tua, jaga mulut kamu. Siapa bilang kalau...."
Ibu P diam, nangis karena shock, malu, dan sedih, itu dugaanku. Tapi dia memang nangis.
"Ini uang!" (banting uang 20ribuan di atas meja, di depan Ibu P), "Buat ganti nasi kotak yang kemarin saya bawa!  Mulai sekarang ga usah bicara sama saya lagi!"
Aku ga lihat sendiri, cuma diceritain. Tapi ikut merinding. Bener kata anak-anak, she's a monster! Ibu P, betapa pun menyebalkan karena ga bisa berenti ngomong, tapi ga ada yang berani maki-maki apalagi nunjuk-nunjuk dan meng-kamu-kamu-kan. Orang tua. However kita masih hargai itu. Lagi pula, dia kan terbiasa ngomong ga jelas, ngapain juga dimasukkan ke hati.
Setelah dengar cerita itu, aku melamun dan bilang ke si pencerita, "Kayaknya aku ga berani banyak ngomong dan deket-deket si monster itu deh. Daripada salah ngomong dan dimaki-maki pake acara nunjuk lagi."

(gambar dari Monster Hunter 3, http://www.videogamesindonesia.com/plugins/p2_news/printarticle.php?p2_articleid=1272)

Tuesday, April 12, 2011

Food Disaster

Gara-gara makanan, pelaksanaan seluruh ujian pra-UN jadi sorotan sampai ke Kadisdik.
Tiap tes pra-UN yang diselenggarakan oleh disdik kabupaten, melibatkan pengawas ujian yang adalah guru yang ditempatkan bukan sekolah. Try Out (TO) I, sistem pengawas ujian masih semi-silang. 1 orang pengawas dari sekolah asal, 1 orang dari sekolah luar. TO II sama. Setelah itu ada yang namanya Tes Daya Serap yang sistemnya sudah mengadopsi Ujian Nasional. Sistem pengawas silang penuh, paket soal terdiri atas 5 paket (A - E).
TDS dilaksanakan dua minggu menjelang UN, tepatnya tanggal 4 - 7 April 2011 (Senin - Kamis). Karena silang penuh, aku yang waktu TO I dan II mengawas di sekolah asal (SMA 8), pas TDS hijrah mengawas di SMA 5. Nah, karena keluar, alhasil aku ga tau apa saja yang terjadi di sekolahku. Tapi, dari pelaksanaan TO I dan II aku bisa membayangkan sistemnya tak akan terlalu berubah.
Baiklah, aku suka makan, aku juga tergolong ibu-ibu. Biasanya ibu-ibu suka membahas makanan. Jadilah aku suka membahas makanan (malah kadang membandingkan). Di sekolah lain, dari cerita kawan-kawan yang sejak TO I sudah mengawas di luar, snack dibagikan pagi, sebelum mata uji pertama (jam8) dimulai as breakfast. Nah, bis tu nasi kotak dibagi pas istirahat (sekitar jam 10) untuk mengisi perut pengawas yang harus melototin anak ujian dari jam 11 - 13.
Masalahnya, pas TO I di SMA 8 sistem makanannya beda. Snack dikasih jam 10 pas istirahat, nasi dikasih pas jam 1 (saat ujian selesai). Kalau mata ujinya cuman 1 (Selasa dan Kamis), nasinya ga ada. Karena sampai jam 10 aja kan. Pas TO II sistemnya diubah. Diubah jamnya aja. Selasa dan Kamis tetep ga dapat nasi. 
Masalah nasi yang ga dikasih pas Selasa dan Kamis ini jadi didengung-dengungkan pas TDS kemarin. Pengawas ujian yang datang dari SMA 1 beda dengan pengawas pas TO I dan II. Saat TDS, datanglah duo monyong dan nyinyir. Berbekal mulut itu ditambah pemikiran yang "nothing is good enough for me. You're wrong! I'm always right!" orang ini bertuit-tuit kesana kemari dan bilang: "Di SMA 8 kita ga dikasih makan!" Ayam kali, dikasih makan!
Akhirnya singkat kata, berita itu sampai ke kepala Dinas, bikin heboh sak kantor dinas yang tidak terlalu luas tapi kepenuhan manusia tolol itu. Ribut. Principal SMA 8 ditelpon, mengklarifikasi apakah ayam-ayam dari luar ini dikasih makan atau enggak.
Keputusan akhir, yang 2 hari ga makan itu diganti duit, dikasih ke masing-masing pengawas. Nilainya adalah Rp 17.500 per sekali makan. Jadi, untuk dua hari, 35.000. (kayaknya tanpa tax) Silakan ambil sendiri!

Friday, March 25, 2011

Jangan Salahkan Siapa-Siapa

Tadi pagi, principal minta waktu sebentar, sekadar diskusi dengan kami, para guru. Bukan rapat dinas karena ga ada makan siang (dan aku ingat karena kelaparan, lupa bawa uang). Principal sharing tentang hasil pertemuan para kepala sekolah dengan Disdik.
Kemarin (12-17 Maret) kan ada pameran pembangunan (or something like that) di Penajam. Nah, stand-nya disdik ini memamerkan sedikit hal. Jadi, kepala bidang pendidikan menengah ini agak marah (emang hobinya marah kan ni orang) karena dari SMA se-Penajam ga ada yang memamerkan hmmm apa ya, alat peraga lah. Guru kan karyanya ya seputaran itu. Yang paling ditodong tentulah SMA 1. SMA 8 yang deket dengan lokasi juga ditodong. Jadi, target kita sekarang adalah alat peraga, untuk dipamerkan tahun depan. Baiklah, itu sudah clear.
Dari situ, merembet ke pembelajaran. Alat peraga kan bertujuan menampakkan sesuatu yang riil yang bisa mewakili setiap pelajaran dan membuat siswa dapat melihatnya secara nyata. (Enak ya anak-anak sekarang. Kalau zaman aku dulu, jangankan riil, omongan guru aja kadang kagak ngarti. Kalau ga bisa dipukuli, dicubiti, disuruh berlutut lah sampe lutut sakit kena pasir di lantai yang catet... bukan ubin keramik). jadi, aku mulai menerawang, secara kimia kan hal yang paling tidak nyata. Atom, ga keliatan, elektron apalagi. Tapi, semuanya harus di-riil-kan.
Merembet ke pembelajaran per individu. Yep, that's rite beibeeh, per individu. approaching-nya harus beda per anak. Mulai dari Heather bilang: "Pak, pengalaman saya, anak-anak itu kalau diterangkan, mengerti. Mengerjakan soal, mengerti. Tapi, pas ulangan, hasilnya jeblok. Ternyata mereka ga pada belajar." "Iya, Pak, bener." Semuanya ikut menimpali, termasuk aku.
Responnya principal: "Kita ini berada di forum resmi, Bapak, Ibu. Saya menggunakan baju dinas, Bapak Ibu juga. Ketika berada di forum resmi, salah jika saya bertanya bagaimana hasil PBM. Lalu Bapak Ibu menyalahkan anak. Kita ini guru, tak berkapasitas menyalahkan anak, ga belajar lah, anak bodoh apalagi. Kecuali saya sedang di kebun, saya pake kaus lusuh, sedang mencangkul, baru bisa Bapak Ibu curhat tentang anak-anak yang malas belajar." Entah gimana, kita tertawa menanggapi beliau. Mungkin tertawa malu, bingung, atau merasa aneh. Aku sih ketawa shock.
Kemudian, Mr. English nyambung."Pak, kalau kita sudah melakukan pendekatan individual dengan anak-anak yang extraordinary, sudah saya jelaskan. Katanya mengerti. Saya tanya ulang, ternyata ga tau. Saya jelaskan lagi, ngerti. Pas saya tes, ga tau. Sampai tiga kali, Pak. Itu bagaimana ya? Harus pake treatment khusus ga ya? Karena saya menjelaskan dengan cara yang paling mudah yang umumnya semua anak mengerti. Ada dua orang, Pak, di kelas X-A. Dan, bukan membela diri, tapi teman-teman lain, di pelajaran lain juga merasakan hal yang sama dengan dua orang itu."
Entah gimana hasilnya jawaban Principal karena setelah itu aku dan Ms. Indonesian izin mau ngajar. Tapi, pas selesai ngajar, aku tanya Bu Ani-Kur, apa jawaban Kepala Sekolah. Katanya, tidak baik juga kalau guru menyalahkan diri sendiri. Yang disalahkan adalah ketidakmampuan. Aku yang sudah semakin lapar, tambah bingung. Jadi, bagaimana? Ya, bilang aja oknum. Oknum apa ini? aku tanya. Ya, oknum!
Sepanjang perjalanan pulang aku mikir, apa aku harus menemui Principal di kebun, saat beliau sedang mencangkul atau istirahat dari mencangkul dan bilang: "Pak, yang namanya DA dan AA itu menurut saya, IQ-nya di bawah rata-rata. Saya berani menantang dua anak itu mengikuti psikotes dan kita akan tahu, dia seharusnya tidak bersekolah di sekolah umum/ biasa."


Monday, March 21, 2011

Bunda (Hampir) Ketinggalan Pesawat

Yang namanya Ibu P memang ga ada habisnya untuk diceritain. Kejadian dalam cerita ini sebenarnya sudah berlangsung sebulan lalu. Tapi, masih lucu kalau diingat-ingat.
Sekitar awal Februari (atau akhir Januari? Lupa!) guru-guru mata pelajaran UN IPS SMA (Geografi, Ekonomi, Sosiologi) se-Penajam dikirim ke Malang untuk mengikuti pelatihan selama seminggu. Di SMA 8, guru Sosiologinya kan berasal dari SMA 1. Nah, sisa jam Sosiologi di kelas X dan XI yang ga bisa beliau penuhi, digantikan oleh Ibu P. Jadi, supaya kuotanya pas semua, dikirim lah Ibu P untuk mengikuti pelatihan itu, walaupun aslinya kan beliau mengajar PKn.
Beberapa guru protes, termasuk Ibu Ani-Kur. Protesnya langsung ke Kabid. Bukan apa-apa, takut malu-maluin pas di sana. Malu-maluin karena selain ngomong ga jelas juntrungannya kemana, kepedean juga kadang, ga sadar kalau salah, dan seringkali omongannya malah menunjukkan keenggaktahuannya. Kasihan, kan. Well, jawaban dari Kabid, yah, daripada kuota yang sudah disiapkan malah ga terisi, kan sayang.
Singkat kata, beliau berangkat bersama semua guru, diantar oleh Kabid. Dunia SMA 8 menjadi tenang selama seminggu. Melegakan! walaupun guru piket kelimpungan ngasih tugas karena asli, membingungkan dan instruksinya salah-salah. Tiga hari berselang, Bu Ani-Kur cerita, dia diberitahu Kabid tentang "kehebatan" Ibu P.
"Waduh," kata Kabid. "Kepala saya mau pecah ngurusin orang satu itu. Beliau hilang di airport. Sudah pegang boarding pass masing-masing, sudah masuk ke ruang tunggu, dia keluar lagi."
"Ngapain?" kata Bu Kur.
"Nyariin barangnya, takut hilang katanya. Tapi sebentar, Bu. Sebelum ketemu dia, saya pusing nyariin beliau di mana. Pas ketemu, ternyata ga bisa masuk ke ruang tunggu lagi, soalnya boarding passnya dah beliau sobek-sobek dan dibuang entah di mana."
"Jadi gimana?"
"Saking sudah terburu-buru dan takut ketinggalan pesawat, saya siap membayar lagi, untuk dapat boarding pass lagi. Eh, petugasnya ga mau, katanya harus dicari sampai dapat. Pecah beneran kepala saya, Bu!"
"Jadi, ketemu?"
"Iya, sudah dirobeknya dan harus ngorek-ngorek sampah. Jera saya, Bu. Nggak mau saya mengirim orang itu kemana-mana setelah ini."
Di sekolah, jadi bahan tertawaan lah (selama beberapa hari). Aku pikir ya, dan kubilang ke temen-temen, kalau beneran belum pernah naik pesawat (yang katanya dah pernah), coba anteng aja, ngikutin sapa kek, yang udah tahu. Jangan kepedean sendiri. Malah sibuk mau cari barang takut ilang. My goodness!
Pulang dari Malang, hari Senin masuk, langsung jadi pembina upacara. Ceritalah dia soal di Malang, "Saya waktu pelatihan di Malang, dibilangin kalau KKM PKn harus 75." Lha, kita pandang-pandangan, bukannya waktu itu pelatihan Sosiologi, Bu?
Trus, Pak D yang guru Ekonomi cerita pas hari Senin itu, "Wah, saya dibangunkan Bu P pagi-pagi bener. Jadi, kita kan disuruh olahraga jam enam pagi. Jadi, masih jam setengah lima bu, kamar saya diketok. Saya langsung siap-siap ganti baju olahraga dan pakai sepatu. Pas saya liat jam, kan sudah saya ubah ke WIB, ternyata masih jam 5. Sialan!"
"Ada lagi, Bu," tambahnya. "Suatu hari, dia resah dan gelisah karena kehilangan handphone dan dompet. Kita semua ikutan susah karena bantuin nyari."
"Hah, terus gimana? Hilang dimana sih?"
"Ketemu di dalam tas orang. Rupanya dompet dan handphone-nya dia masukkan ke dalam tas orang!"
Aku: tepok jidat! Innalilahi!



Demi kepentingan bersama, gambar ini saya blur-kan :P

Tuesday, March 1, 2011

Kisah tentang Si Keponakan (2)

Masalah antara Bu AK dengan Heather masih berlanjut sampai hari ini. Dari Bu AK sendiri statement nya adalah, "Wah, orang itu sudah saya anggap tidak ada!" Heather sih bukan menganggap ga ada, tapi malah terganggu kalau dia ada.

Jadi, asal mula perselisihannya begini. Bu Syari cerita ke Heather kalau dia dipanggil si Kabid. Katanya, dia mau dipindahkan ke sekolah yang ditempatinya saat ini (yang di situ doski lebih banyak jam mengajarnya). Sebenernya itu kan solusi bagus ya, dipindahkan ke satu tempat yang dia dah settle.
Nah, si Heather emosi. Dia beranggapan kalau Bu AK yang ngompor-ngomporin Kabid untuk memindahkan Syari. Padahal menurut Bu AK, "Yah, saya kan hanya memberikan jalan yang lebih mudah." Ya, menurutku sih bener aja.
Setelah itu, Bu AK masuk ke ruang guru. Langsung si beloved Heather ngomong keras-keras, "Orang ya, sukanya berbahagia di atas penderitaan orang lain! Heran, ya, ada orang begitu, tertawa di atas penderitaan orang lain."
Si Bu AK langsung merasa kalau dia yang disinggung. Akhirnya dia langsung balas, "Kalau orang gatau masalahnya ga usah ikut campur. Belum pernah ditabok kali!"
Aku sih denger ini ga secara langsung, tapi dari dua pihak, yaitu si kedua bermasalah ini. Awalnya Heather yang cerita. Dia bilang dia mau ditabok. Si Bu AK mau nabok. Terus dia ceritain. Bu Indun juga cerita menurut kesaksiannya. Siangnya, ada acara aqiqah dari putranya si Pak Anto. Aku dijemput Bu AK. Bu AK ceritain itu ke aku. Sama aja sih versinya.
Terakhir kemarin Bu AK bilang begini, "Aku tuh ya, sudah menganggap dia ga ada. Jadi, antara ada dan tiada lah. Mau ngapain kek situ, terserah. Kalau bukan dia yang minta maaf, selamanya aku ga bakal anggap dia ada. Orang aku ngerasa ga ada salah ma dia. Aku kan masalahnya dengan Bu Syari dan sudah selesai juga. Kenapa dia yang sibuk cari masalah ma aku?"
Oh, jadi begitu ya, pikirku. Si Bu AK ngerasa ga ada masalah ma dia, sementara si Heather sudah benci setengah mati. Aku sih jujur lebih nyaman dekat dengan Bu AK daripada ma Heather walaupun orang-orang bilang Bu AK pemarah, tempramen, diktator, lalim, dsb. Menurutku Heather lebih sering menyinggung orang dan bicara lebih kasar dibandingkan Bu AK.

Monday, February 28, 2011

Liga Pendidikan Indonesia (LPI)

supporter 
Di mana-mana, mau di kampung, di kota besar, di Milan, Madrid, atau di Zimbabwe sekalipun, yang namanya pertandingan sepak bola pasti rame. Juga LPI ini. Dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota (Dati 2) memperebutkan Piala Bupati/Walikota, sampai akhirnya tingkat nasional, memperebutkan piala Si Gendut (Presiden). Kayaknya pertandingan awal bagi SMA 8 adalah SMA 8 vs SMA 5. Waktu itu SMA 5 kalah lewat adu penalti. Skornya aku lupa. Habis itu, penyisihan SMA 8 vs. SMK Muhammadiyah menang 8-1 (ga seru sama sekali!). Masuk 8 besar, SMA 8 vs SMK 5, menang 3-0. Masuk 4 besar, lawan SMA 2. Skor awal 0-0. Kalah penalti 3-0. 
Nah, ini bagian paling aneh dari sejarah sepak bola yang kutau. Jadi, waktu itu, shooternya 3 orang adalah yang hebat2nya. Shotter 1, Mukhlis (13)-penyerang. Bola yang ditendangnya tiba-tiba berbelok keluar gawang. Shooter 2, Bakar (C-10), bolanya nyentuh mistar gawang. Sementara tembakan dari pemain SMA 2 masuk semua. Shooter 3, Arijal (7), melenceng juga. Kita tercengang semua. Daaaan, anak-anak bilang SMA 2 pake pawang! Ada yang berjaga di belakang gawang. Baiklah, omongan orang kalah, pikirku. Ternyata, pas diceritain ke banyak orang, semua orang juga bilang begitu! Daerah mereka terkenal suka berpawang-pawang kalau main bola. Goalkeepernya bisa tiba-tiba kakinya kram, ga bisa gerak. Pemain lain bisa ngerasa tiba-tiba kakinya berat kayak digantungin jeriken. My goodness! Sutralah, paling nggak kita sportif dan fokus ke juara 3 dan 4.
Mukhlis (13)

adu penalti
Final untuk posisi 3 dan 4 ma 1-2 berlangsung Jumat (25/02) kemarin. Lagi-lagi, berakhir sampai ke penalti. Babak 1 SMA 8 memimpin 1-0. Babak ke-2 dibalas gol jadi 1-1. Penaltinya 5-4. Perfect score! Jadilah mereka dapat juara 3, dapat uang pembinaan 3 juta, plakat, dan bronze medal. Yang juara 1 dan 2 nya antara SMA 1 dan SMA 2. Nah, berakhir penalti juga. Katanya goalkeeper SMA 1, kakinya berasa kram itu tadi heheheh. Ngerasain juga. Jadilah, SMA 2 yang maju ke provinsi mewakili PPU. Gatau, pake magic2an lagi ga itu. Payah banget, demi bola sampai rela menyampingkan nilai-nilai kepercayaan/agama dan mempertaruhkan sportivitas.
Sekarang tentang pemain. Kebanyakan pemainnya dari kelas X dan XI IPS. XI IPA sama sekali ga ada! I mean, mereka rata-rata anak yang pas-pasan bahkan ga jelas kalau di kelas. Nilainya hancur-hancur, nakalnya ga karuan. Ini untuk pemain utama ya. Pemain cadangannya sih ada aja yang lumayan pintar. Jadi, aku liat mereka tuh, kalau di kelas kan rasanya ilfil banget, tapi beda pas di lapangan heheheheh. Kayak hero gitu lah. Mukhlis yang paling gencar nyerang itulah yang paling ga tau apa-apa di kelas. Tapi, aku jadi respek sama mereka. Pemain bola eh! Apalagi yang namanya goalkeeper. The most amazing position hehehehe. Anyway, yang namanya Mukhlis itu pindah dari SMA 8. Tadi bapaknya datang untuk mengajukan kepindahan anaknya ke SMA 3 Balikpapan. Untuk mengasah skill bolanya kali. Kata bapaknya sih, SMA 3 nya yang personally meminta ke bapaknya Mukhlis. Sayangnya ga ada nilai transfer.

Thursday, February 10, 2011

Mengemis Jam

 This is another story about my beloved friend, Heather. Jadi, guru berhak mendapatkan tambahan penghasilan pokok entah apa. Ada dua macam, dari pusat (dari si SBY) dan dari provinsi. Dari SBY syaratnya adalah harus guru. Cuma itu. Kalau dari provinsi, syaratnya minimal jumlah jam mengajar per minggu adalah 18 jam. Di sekolahku tercinta, semua orang konon udah pas 18 jam atau lebih. Ada yang 30 jam. Ini biasanya untuk mapel yang ada di semua kelas such as Math, Bhs Indo, English. Kalau ga cukup 18 jam gimana? Ya harus mencari jam tambahan di sekolah lain.
Nah, ada dua guru yang paling malas dan cuek di sekolahku yang males nyari tambahan jam. Bu Indun guru TIK dan aku. Kami berdua sama-sama cuma kebagian 14 jam per minggu. Itu pun rasanya aku dah kecapean. Alhasil, kata Bu Ani-Kur, "Kamu dan Indun yang ga dapat. Aku sudah mengusulkan soal kepala Lab dan kepala Perpus ke Bapak (Principal--wrt) tapi, kata Beliau sarana itu belum ada, jadi jangan diada-adakan." Padahal jabatan itu bernilai 12 jam lho! 
Akhirnya, salah satu kolegaku menyarankan agar aku meminta jamnya si Heather, yaitu Math secara Beliau yang tercinta sudah mengantongi 32 jam. Principal setuju dan Heather setuju. Aku dikasih kelas X-A (5 jam). Sekarang tinggal si Indun. Indun yang serumpun cuma Math. Hasil mengobrol dengan Bu Kur, Indun lebih baik meminta jam lagi dengan Heather untuk 1 kelas. Katakanlah X-B (5 jam juga). Trus aku bilang, "Tapi tar si Heather jamnya tinggal 20, tar ga mau dia." (Guru selayaknya mengajar 24 jam/minggu). "Coba dibicarakan dulu," kata Bu Kur.
Pas Heather selesai mengajar, dia ke ruang guru, aku dan Indun langsung mendekatinya. Aku bilang baik-baik lho. "Bu, kita mau tanya, bisakah kita minta jamnya buat Bu Indun. Kalau dia dikasi kelas X-B boleh ga? Untuk semester ini aja, biar dapat semua kan enak nih," gitu kataku. Respon Heather, "Wah, jam saya jadi kurang dunk, ga mau saya!"  "Kan jadi 20 jam, masih bisa dapat TPP. Untuk semester ini aja kok."
"Wah, jangan dunk, tar kalau jam saya kurang dari 24 jam, saya dimarahin lagi," katanya dengan nada ketus, meninggi, meremehkan, dan ga bersahabat. 
Indun udah diam aja, ga berani respon apa-apa. Sambil kasih isyarat ke aku (dia duduk di belakangnya Heather):  'Udah ga usah diterusin.' Kubilang, dimarahi siapa? Siapa lagi, itu lah. Gitu katanya. Aku tahu maksudnya Bu Kur. Mereka kan emang saling benci. Mau ga mau dunk aku bilang, "Enggak, tadi dah bilang ma dia dan dia nyaranin gitu juga." Langsung melotot dan menyembur dia, "OH, SAYA GA MAU!! SAYA GA MAU DIATUR-ATUR BEGITU!!"
Akhirnya kubilang, "Oh, gitu ya. Ya udah deh ga usah, Bu. Gak jadi aja. Ga papa kok. Satu kelas aja deh. Bu Indun ga usah." Aku sudah mau pergi dengan Indun (waktu itu mau ke SMK 2) akhirnya dia bilang dengan lebih ketus dan terbakar cinta, "Sudah, silakan Ibu ambil kelas X, Bu Indun kelas XI. Saya pegang kelas XII aja. Saya mau cari jam keluar sekolah aja!!!" Kubilang sambil bernada ketawa gitu, "Wah janganlah, masa jadi Ibu yang keluar? Kan jamnya cukup aja." "Biarin aja, saya senang malah kalau keluar dari sini. Happy! Bahagia!" 
"Ya udah ga jadi ah, Bu." Akhirnya aku ngajak Bu Indun keluar dengan segera. Bu Indun sakit hati dan tersinggung ternyata. Kayak pengemis aja kita. Gitu katanya. Aku jadi males juga minta jamnya. Jadi jengkel juga aku kalau kuingat-ingat. Orang kita ngomong baik2 kok dia merasa kayak diintimidasi gitu. Kemarin sih aku masih baik-baik aja ma dia, berasa ga ada masalah. Tapi tadi, ga kutegur sama sekali dia. Bu Indun juga gitu. Tersinggung banget kayaknya dia. Tadi dia sibuk ke sekolah entah apa, nyari tambahan jam katanya.
Jadi TU dan guru-guru lain kan dah tau kalau aku ma Bu Indun ga jadi minta jamnya. Kata TU dan BK, "Gimana, Bu, dia nyari jam di sekolah lain lho!" "Ah, ga urus aku. Mau jam dia 40 kek, 50 kek, terserah. Makan tu jam!"

Wednesday, January 26, 2011

Kisah tentang Si Keponakan

Perang antara Heather dan Bu AniKur (AK) sebenarnya berpangkal pada "Si Keponakan" (namakan saja Syari). Si Syari ini mengajar mapel yang sama dengan Bu AK. Dia adalah CPNS baru taon kemarin (sekitar Feb 2010) ditempatkan di SMA di pelosok sono. Pas Juni 2010 dia "tiba-tiba" pindah ke sekolahku tercinta. Geger lah dunia SMA 8 karena Bu AK pun jamnya udah ngepas banget. Kalau ditambah orang baru yg mengajar mapel yang sama ma dia, berkuranglah jam mengajar beliau. 
Akhirnya, Bu AK itu menghadap ke Dinas dan nanya ke Kabid kita, "Kenapa ada dipindah guru lagi, sementara saya sendiri kekurangan jam mengajar." (as information, Bu AK ni pemegang sertifikasi profesi yang jam mengajar minimal 24 jam/minggu. Beliau Wakasek. Jabatan itu dihitung 12 jam. Jadi kalau kurang dari 24 jam, akhirnya harus mencari jam tambahan di sekolah lain/sertifikasinya dicabut).Ternyata, yang memindahkan si Syari ini bukan Kabid kita, melainkan langsung memo dari atasnya Kabid kita. Karena Kabid kita bossy banget, dia paling benci kalau ada orang yang melangkahi dirinya (jabatannya). Keputusan dari pertemuan itu adalah (menurut Bu AK), kata Kabid kita, "Sudahlah, Bu, si Syari tidak usah dikasih jam aja, kecuali jam mengajar sisa-sisa."
Bu AK, sebagai Waka di bidangnya, kurikulum, punya wewenang mengatur jadwal, tugas mengajar dan tugas tambahan. Akhirnya, semester ganjil 2010/2011, setelah pindah itu, si Syari cuman kedapetan jam mengajar per minggu yaitu 2 jam saja (jam sisa dari Bu AK hehehehe). 
Kenapa si Syari bisa pindah ke sekolahku? Karena dia bilang, dia adalah salah satu dari sekian banyak keponakan "Pemegang Penajam." Anehnya waktu itu, si Cucu, muridku, ga kenal dia. Jadi diselidiki Kepsek lama (ini sih menurut Bu AK lagi), katanya dia ga ada hubungan apa-apa ma "Pemegang" itu. Dia cuma kenal ma petinggi siapa dan suka membayar aja. Masalah antara Bu AK dan Syari ini beneran ga selesai-selesai. Bu AK betenya setengah mati ma Syari. Akhirnya malah hal ini yang membuat Bu AK juga bermasalah dengan Heather hohohoho (tobecontinued)

Wednesday, January 19, 2011

Kesurupan (2) dan Alcatraz (2)

Ingat hampir setaun lalu, pernah texting2an ma adik yang "paham" dunia lain. Dia bilang waktu itu, kesurupan dan setan berdatangan itu ga akan terjadi kalau ga ada yang membuka "segel". Oke, ini bukan peresmian gedung baru dan acara gunting pita di mana semua jin dan setan boleh datang sesukanya. Tapi ya gitu, ada segelnya ternyata. Nah, si Alcatraz ini diyakini guru-guru adalah "Sang Pembuka Segel". Jadi, karena ulah doski, berdatanganlah si jin dan setan ini. 
Motifnya apa? Menurut guru BK, dia suka mendapat perhatian karena keahliannya mengusir si setan. Makanya dia buka segel dan mengusir lagi. (Wasting time, huh?) Bukti pendukungnya apa? Jadi, berkaitan dengan ekskul teater yang dia lakukan dengan anak-anak baru (adik kelasnya), ada beberapa saksi (termasuk aku) yang menyaksikan kalau dia membuat adik-adik kelasnya bertingkah seperti orang kesurupan. Nangis-nangis dan tereak-tereak. Akhirnya ada yang kesurupan beneran. Dalih Alcatraz sih itu bentuk penghayatan aja. Kalau ada yang kesurupan itu mah bukan salah saya. Salahnya sendiri karena lemah. Sehingga dia ga usah ikut teater.
Saat kesurupan pas 2nd anniversary ku itu (baca: Kesurupan-again), aku dan guru-guru diskusikan tentang motif dan bukti-bukti tentang kemungkinan itu ulah si Alcatraz. Akhirnya aku kembali ke kelas dan dengan nada agak marah bilang sama dia untuk selesaikan semuanya. Aku sih pakai bahasa "kalian". Kalian selesaikan saat ini juga, bagaimana pun caranya. Kalau besok masih terjadi, saya ga akan masuk kelas ini.
Alcatraz saat itu langsung marah dan merasa diintimidasi. Heheheh typical Alcatraz. Dia suka marah dengan guru yang menurutnya menganggap dia salah atau tidak menghargai dia. Dia juga akan marah kalau ada guru yang menurut dia terhasut oleh guru lain untuk melawan dia. Makanya saat itu dia bilang ke aku, "Ibu kok jadi gitu? Tadi Ibu baik-baik aja. Pas balik dari ruang guru kok langsung bicara begitu? Ibu kena hasutan siapa?" Dengan nada marah, menyelidik, dan merasa tertuduh. Aku cuma bilang: "Tidak ada yang menghasut. Ini sebab akibat yang logis, kok. Ngapain hantu tiba-tiba muncul dan bikin kesurupan kalau ga ada sebabnya."
Jawabnya lagi: "Mana saya tahu, kenapa bisa muncul." 
Aku: "Siapa yang memaksa kamu untuk tahu. Hanya meminta agar ini diselesaikan karena keahlian kamu mengusir jin dan setan."
Alcatraz langsung marah, keluar kelas, dan sinis denganku berhari-hari.

Tuesday, January 18, 2011

Another War

Sebenarnya perang dingin sudah dimulai sejak awal semester genap. Antara siapa? Sesuai prediksiku dan Vina sejak awal, musuhnya si Bu Ani-Kur adalah (one and only) si Heather. Sebab, siapa lagi yang frontal dan suka menyerang selain beloved Heather. Jadi, sejak rapat akhir semester ganjil, si Heather mengajukan di forum agar jam mengajar beliau diletakkan di jam 1-4. Apalagi kalau diletakkan setelah Sports. Anak-anak kecapean dan mengingat subjek si Heather ini adalah mapel yang paling susah, maka dia mohon kebijakan si Waka Kurikulum untuk menyusun jadwal dengan lebih apik.Bukan disampaikan face to face ke Kur, tapi di forum. 
Suatu ketika, semester ganjil terlewati, masuk ke semester genap. Jadwal pelajaran diutak-atik kembali. Ternyata oh ternyata, jadwal si Heather tidak berubah sama sekali. Artinya usulan beliau saat rapat sama sekali tidak diindahkan. Ada jam mengajar Heather untuk kelas XII diletakkan di jam 5-6 (menjelang akhir). Yang setelah Sports bahkan tetep ga berubah. Marah-marah lah si Heather (kata TU sih, aku ga ada di TKP waktu itu). Akhirnya si Heather dan Kur mulai perang dingin. 
Suatu ketika lagi, aku lagi ngobrol-ngobrol dengan Heather dan dia baru tau kalau jam IPA untuk kelas XII ditambah masing-masing 2 jam. Total jadi 7 jam. Ada tiga itu: Bio, Fis, Kim. Jam dia tetep 4 jam (untuk kelas XII). Akhirnya si Heather komplain ke Principal. Kata Principal, "Why don't you ask to her by yourself?" Jawab Heather, "No, I don't want to, because I have a problem and no longer speak with her." Cuek banget ngomong ke Principal begitu. Aku bengong pas denger. Principal cuman senyum-senyum bingung dan jawab, "Oh, ok. I'll tell her."
"Can you imagine, Sir," she added, "apparently Math is easier than Bio." 
Principal lagi-lagi cuma tertawa. Padahal, dalam hati, sumpah, ga bisa baca apa yang ada di pikiran si Principal. Dia banyak berpikir dan menilai dalam pikirannya itu (sepertinya), tapi susah ditebak. Dia biasanya tertawa mendengar keluhan kita walau sebenarnya aku yakin, dia bisa aja ga setuju dengan semua itu. Dia sepertinya tipikal yang hanya tertawa atas pernyataan/pertanyaan yang bodoh. Tentu juga tertawa for funny things. tapi u/ hal yang menurut dia konyol dan tolol sepertinya hanya akan ditertawakan. Karena Principal ini bukan tipikal orang yang menghakimi atau langsung menyalahkan dan menyanggah. Dia hanya akan menertawakan, lalu mengatakan hal yang sebenarnya menyanggah tapi halus. Beda banget lah ma orang sini kebanyakan. He uses his mind, brain, soul and of course heart.
Back to Heather and Kur. si Heather ini demen banget nyinggung-nyinggung. Sama juga sih ma si Kur. Tapi si Kur ini khusus biasanya, hanya untuk orang yang dia ga suka sama sekali atau ada masalah. Nah, ke Heather juga benernya dia sih ga ada masalah dan bukannya ga suka, jadi dia ga pernah nyinggung-nyinggung. Tapi, biasanya Heather yang mulai. Karena si Heather asli benci banget ma dia. Dan sepertinya aku akan berada di posisi kejepit lagi, sama seperti kasus Vina dulu. Hanya bedanya si Vina dulu agak ngalah dan diam. Gitu juga Bu Suri. Tapi sekarang ini, sama-sama kuat dan yang netral lah yang kegencet. Wah, ini nih imbas dari "Peraturan Yang Dipertuan Diraja No. 1 Tahun 2011 tentang 6 days work dan jam kerja 7.15 - 14.30. Membuat perang, fitnah, keluh-mengeluh, etc. (2bCont...)



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...