Monday, January 23, 2012

Hamil

Zaman dulu, waktu saya masih SMA (SMU waktu itu), kalau ada anak sekolah yang hamil, sekolahnya dicap jelek. Dianggap tempat berkumpulnya "anak nakal". Well itu dulu. Lalu berlomba-lomba lah setiap sekolah agar jangan sampai ada yang dihamili, at least sampai selesai EBTANAS. Singkatnya, dulu hal itu dianggap aib seaib-aibnya. 
Sekarang, mungkin masih aib, tapi rasanya udah enggak aib seaib-aibnya. Aib kadar normal. Rasanya kalau ada sekolah yang menelurkan pelajar hamil, yah sudah, paling juga dikeluarkan. Kalau si anak bisa berinisiatif menggugurkan dan sekolah pura-pura tidak tahu, maka selamatlah.
Di sekolah saya, setidaknya ada 1 kasus tiap tahun. Malu? Atas kapasitas saya sebagai apa sehingga saya mesti malu? Paling cuma diejek kolega dan kawan (waktu saya belum hamil): "Ih, kalah ya sama muridnya." Saya, seperti biasa cuma nyengir.
Jadi begini ya, setiap guru ketemu siswa cuma 2-5 jam per minggu. Isinya materi pelajaran. Nyelip-nyelipkan nasihat cuma 15 menit (kalau saya sih, nggak tahu guru lain yang suka ngobrol ya). Itu pun isinya seputaran kurangi megang gadget dan kalau ingin bisa mengerjakan soal Mafia (Math, Fisika, Kimia) ya harus banyak latihan soal. That's it. Nggak terlalu sering menyinggung soal gaya berpacaran--paling seputaran  permasalahan dalam pacaran yang bisa mengalihkan semuanya. Urusan putus, selingkuh, cemburu, dan sebagainya. Tentang yang lain, misal mereka pacaran di semak-semak, kuburan, di rumah cowok saat ortunya ga ada, di hotel murmer, saya usahakan nggak pernah masuk ke ranah itu. Karena sepertinya too negative dan agak menuduh. Kecuali untuk anak wali yang mengeluh soal kewanitaan, biasanya saya ya berusaha untuk nggak nuduh dan mengingatkan untuk hidup dan pacaran "bersih" atas nama kesehatan kewanitaan.
Jadi kembali kepada kapasitas sebagai guru. Kalau boleh digeneralisasi, saya dan teman-teman guru sebatas mengingatkan tentang itu. Mereka dikenalkan soal kesehatan reproduksi, ada bidangnya di Pusat Informasi Konseling Remaja. Ada materi tentang kesehatan remaja (sex ed) saat masa orientasi dan ada seminar-seminar tentang perilaku remaja termasuk seks bebas dan narkoba. Ada pelajaran Biologi, ada pengembangan akhlak. Lagian secara total, sekolah cuma menyita sepertiga waktu harian mereka. Itu pun rasanya tidak tersita banget karena anak sekarang lebih cuek dan semau gue. Jadi, masih tanggung jawab sekolah? Jadi salah siapa? Salah sekolah? Salah saya? Salah teman-teman saya? *lho
Kalau ada siswa SMA 8 yang hamil, terus terang saya sedikit merasa kecolongan, tapi tidak lantas menyalahkan diri. Terlebih dari dua kasus terakhir di dua tahun kemarin, mereka sudah hamil besar saat baru beberapa bulan masuk di SMA. Jadi, kalau dihitung-hitung (kepo banget ya ngitung-ngitung) proses pembuatannya ya saat lulus SMP. Toh tidak lantas kita menyalahkan SMP itu.
Di kota yang agak besar, masalah ini toh biasa. Lebih parah bahkan, mainnya udah ke praktik aborsi. Ini bukan rahasia lagi. Jadi, apa saya masih malu kalau ini diketahui orang? Rasanya tidak juga. Apa saya perlu merasa kecolongan? Lumayan. Tapi siapa yang kecolongan? Yang hamil tentunya.

2 comments:

  1. kecolongan itu maksudnya apa ya?
    anak2 jaman skr sd aja udah punya pacar kok. makanya rada pusing juga kalo tar punya anak.
    *dilemasiong*
    ya udah sih, gak perlu merasa malu, kecolongan atw sejenisnya. soal hamil atw tidak adl tgjwb si pelaku.

    ReplyDelete
  2. Super Banget :) salam kenal ya :) jangan lupa mampir

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...