Tuesday, June 5, 2012

Sentuhan

Anggap saja ada guru agama di suatu sekolah. Yang namanya guru agama, anggap saja tahu, mana yang muhrim, mana yang bukan. Mana yang boleh disentuh, mana yang tidak boleh. Atau kalau pun harus menyentuh, mungkin boleh kalau terpaksa. Misal membopong saat pingsan. Lalu bagaimana kalau pakaian sudah tertutup dan berjilbab tapi masih muncul sentuhan? Masa perempuan lagi yang disalahkan? Anggap saja ada murid perempuan kelas X mengadu kepada orangtuanya kalau (anggap saja) dia telah dilecehkan oleh (anggap saja) guru agamanya. Anggap saja murid ini diberikan tugas di luar kelas. Anggap saja guru agama ini entah kenapa mengambil ponsel si murid di kantong bajunya. Anggap saja ada sentuhan ke (maaf) dada. Anggap saja ini seperti sengaja dilakukan karena dia melakukan berulang. Anggap saja bukan hanya itu. Si guru meminta secara eksplisit untuk dicium. Jika murid menolak, anggap saja guru itu mengancam akan memberi nilai jelek. Akhirnya, ortu murid mengancam akan melapor ke polisi, namun anggap saja sekolah memilih bertanggung jawab dan membujuk ortu untuk tidak melapor. Lalu bagaimana? Anggap saja tidak ada yang tahu selain para guru, kepala sekolah, serta murid yang dilecehkan dan ortunya. Anggap saja si murid tidak curhat ke teman/sahabatnya. Anggap saja ortunya merahasiakannya dari tetangga, keluarga, dan teman mereka. Anggap saja para guru tidak bercerita kepada suami/istri/teman mereka. Anggap saja saya menulis fiksi. Maka pelecehan ini akan tetap tersimpan dan si guru agama tetap tenang. Anggap saja selama ini guru itu tidak pernah memukul (maaf) bokong atau mencolek pinggang murid perempuan. Anggap saja guru itu tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...